Senin, 30 November 2009

No hospital savings with electronic records

WASHINGTON - sistem catatan elektronik di ribuan rumah sakit AS baru terpasang, untuk mengekang melonjaknya biaya kesehatan, para peneliti Universitas Harvard mengatakan dalam sebuah penelitian yang dirilis hari Jumat.

A review sekitar 4.000 rumah sakit 2003-2007 menemukan bahwa sementara banyak telah pindah dari file-file kertas yang masih mendominasi sistem kesehatan AS, biaya administrasi benar-benar bangkit, bahkan di antara yang paling berteknologi tinggi.

Para pendukung teknologi tersebut telah mendorong penggunaan yang lebih besar terkomputerisasi catatan kesehatan untuk mencegah kesalahan yang mahal dan memungkinkan koordinasi yang lebih besar di antara pengasuh dan pasien. Tetapi adopsi berjalan lambat, mendorong Kongres untuk menawarkan $ 19 milyar dalam insentif sebagai bagian dari tagihan stimulus ekonomi.

Hasilnya, diterbitkan dalam The American Journal of Medicine, datang sebagai Senat menekan maju dengan undang-undang untuk memperluas akses terhadap kesehatan. Sementara tagihan tidak menyediakan dana untuk membeli peralatan yang diperlukan, hal ini bertujuan untuk memfasilitasi penggunaan layanan tersebut dan meningkatkan standar.

Presiden Barack Obama telah menunjuk lebih memanfaatkan e-catatan kesehatan untuk membantu menghasilkan penghematan pada saat bangsa biaya kesehatan jauh melebihi inflasi.

Tapi penulis utama Dr David Himmelstein, associate professor di Harvard Medical School, dan timnya menemukan sejauh tabungan tidak ada.

"Penelitian kami menemukan bahwa rumah sakit tidak disimpan komputerisasi sepeser pun, juga telah itu meningkatkan efisiensi administrasi," kata Himmelstein, yang mengawasi komputasi di Cambridge klinis rumah sakit di Massachusetts. "Klaim bahwa kesehatan IT akan memangkas biaya dan membantu membayar untuk reformasi sedang diperdebatkan di Kongres adalah angan-angan."

Dorongan untuk catatan medis elektronik yang lebih luas akan mempengaruhi perusahaan-perusahaan seperti Microsoft Corp dan Google Inc kepada orang lain seperti McKesson Corp dan Allscripts Solusi Misys Healthcare Inc

Pemerintah nasional standar bagi banyak produk-produk IT kesehatan bulan depan. Tetapi bahkan dengan berlalunya tagihan stimulus dana, banyak ahli berharap untuk waktu bertahun-tahun sebelum kebanyakan orang Amerika memiliki catatan kesehatan elektronik.

Para peneliti menemukan biaya administrasi meningkat sedikit dari 24,4 persen pada tahun 2003 menjadi 24,9 persen pada tahun 2007, dengan fasilitas yang terkomputerisasi yang paling cepat melihat melompat terbesar. Rumah sakit dengan biaya tertinggi cenderung lebih kecil, untuk-laba, non-mengajar yang ada di kota, mereka menambahkan.

Catatan terkomputerisasi belum terbukti lebih efisien "karena pasar komersial tidak menguntungkan produk yang optimal," membuat program untuk lebih berfokus pada kode-kode dan penagihan dari dokter 'kebutuhan dan perawatan pasien, kata mereka.

Catatan elektronik memang menunjukkan beberapa perbaikan dalam pelacakan kualitas penjagaan yang diberikan dalam kasus-kasus serangan jantung, tapi tidak jelas apakah mereka benar-benar mengukur diterjemahkan ke dalam perbaikan pada pasien kesehatan, kata mereka.

Para peneliti menganalisis data dari industri's Healthcare Information and Management Systems Society, laporan rumah sakit biaya yang dikeluarkan melalui program asuransi Medicare untuk para lanjut usia dan Kesehatan Dartmouth 2008 Atlas, yang mengkompilasi data kesehatan pemerintah.

Senin, 09 November 2009

Baru 60 Persen Rumah Sakit Terakreditasi

Rabu, 28 Oktober 2009 | 19:11 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Indira Permanasari S

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mendorong agar rumah sakit di Indonesia meningkatkan kualitas pelayanannya dan memprioritaskan keselamatan pasien. Globalisasi berpengaruh kepada pelayanan rumah sakit dan pilihan pasien dalam memilih layanan.

"Masyarakat kelas menengah ke atas lebih berani dalam menentukan pilihan layanan kesehatan dan mereka memilih berobat ke luar negeri karena dianggap lebih berkualitas. Padahal, itu artinya devisa negara melayang, martabat dokter Indonesia dipertaruhkan, dan rumah sakit dianggap kurang baik karena tidak dipercaya masyarakat," ujar Endang ketika membuka Kongres XI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Rabu (28/10).

Salah satu upaya mendorong peningkatan kualitas layanan rumah sakit antara lain melalui akreditasi. Saat ini, dari 1.922 rumah sakit yang ada, baru sekitar 60 persen terakreditasi. Dia berharap, ke depan semakin banyak rumah sakit terakreditasi.

Namun, pengertian rumah sakit global tersebut jangan diartikan sempit sekadar menginternasionalkan rumah sakit. Endang berpendapat, ciri rumah sakit global antara lain rumah sakit itu tanggap, responsif, dan tepat waktu dalam melayani pasien. "Pasien tidak ditanya punya uang atau tidak. Mereka juga tidak perlu lama menunggu untuk ditangani," katanya.

Pihak rumah sakit juga berempati kepada pasien, profesional, dan tak kalah penting mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan sebagai bukti. Paradigma juga harus berubah dari berorientasi dokter menjadi berorientasi pasien. Keamanan pasien terkait pula dengan identifikasi yang cermat terhadap pasien, komunikasi efektif, dan mencegah terjadinya kesalahan, seperti salah tempat, prosedur, dan salah bedah. Dengan demikian, kerugian pasien dapat dikurangi.

Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Adib A Yahya mengatakan, organisasi selalu mendorong rumah sakit agar dapat melaksanakan program-program yang terkait dengan keselamatan pasien rumah sakit. Tema Kongres XI PERSI yang diselenggarakan 28-31 Oktober 2009 di Jakarta Convention Center masih berkaitan dengan keselamatan pasien yakni "Menuju Rumah Sakit Bermutu Global, Peran Stakeholder dalam Patient Safety dari Hulu ke Hilir".

Menkes Bakal Kaji Keberadaan STIKES

Kamis, 5 November 2009 | 10:55 WIB

BANJARMASIN, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih akan segera mengkaji ulang keberadaan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) yang kini banyak berdiri di Indonesia.

Pernyataan tersebut disampaikan Menkes pada acara Kongres Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) di Banjarmasin, Rabu kemarin. Menurut dia menjamurnya STIKES di Indonesia perlu dikaji ulang manfaatnya bagi perkembangan dunia kesehatan.

"Akan segera kita lakukan kajian tentang keberadaan STIKES di Indonesia, apakah memang dibutuhkan atau justru ’nyrimpeti’ atau jadi batu sandungan bagi tugas kesehatan," katanya.

Selain STIKES, keberadaan atau peran Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) juga bekal dikaji ulang. Selain penyelenggaraan ADINKES pada kesempatan tersebut juga dilakukan pertemuan penyiapan daerah dalam rangka peningkatan pelayanan jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) menuju Jamkesmas Semesta.

Menurut Menkes, pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan berhasil meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. Hal tersebut kata dia, dapat dilihat dengan menurunnya angka kematian bayi (AKB) dari 35 per seribu kelahiran pada tahun 2004 menjadi 34 per seribu kelahiran pada 2007.

Angka kematian ibu (AKI) juga menurun dari 307 per 100.000 pada 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada 2007. Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, kata dia, umur harapan hidup juga meningkat dari 66,2 tahun pada 2004 menjadi 70,5 tahun pada 2007, demikian juga dengan pravalensi gizi kurang pada balita menurun dari 25,8 persen pada 2004 menjadi 18,4 pada 2007.

"Memang belum terjadi penurunan yang signifikan namun setidaknya tingkat kesehatan masyarakat sudah jauh lebih baik, untuk itu kita akan berjuang lebih keras lagi," katanya.

Isu penting kesehatan yang menjadi program jangka pendek yang harus diselesaikan antara lain kematian ibu dan bayi yang masih relatif tinggi, penyakit menular, kekurangan gizi, peningkatan pravalensi penyakit tidak menular dan masalah kesehatan akibat bencana yang mengakibatkan korban meninggal maupun cedera.

Menkes meminta peningkatan pelayanan bagi pengungsi seperti mencegah wabah penyakit dan balita kurang gizi, disparitas sarana pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan.


KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Editor: acandra

Infeksi Nosokomial Harus Dikendalikan

Senin, 9 November 2009 | 08:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih meminta pengelola rumah sakit mengerahkan semua sumber daya untuk mencegah dan mengendalikan penyakit infeksi yang terjadi di rumah sakit yang biasa disebut infeksi nosokomial.

Saat memberi sambutan pada seminar tentang keselamatan pasien global di Jakarta, Minggu kemarin, Endang mengatakan langkah itu penting bagi kesehatan dan keselamatan pasien, pengunjung rumah sakit dan pemberi pelayanan di rumah sakit.

Endang menjelaskan, infeksi nosokomial dapat menyebabkan pasien dirawat lebih lama sehingga mengeluarkan uang lebih banyak, pihak rumah sakit pun akan lebih besar mengeluarkan biaya untuk pelayanan dan tidak jarang berakibat kematian.

Selama ini, ia melanjutkan, penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan pelayanan kesehatan lain masih jauh dari harapan. "Untuk itu perlu sosialisasi untuk mendapatkan komitmen dari direktur rumah sakit," katanya.

Dia juga meminta direktur rumah sakit meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas pelayanan kesehatan dalam melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial.

"Teknik sesuai pengetahuan dan teknologi terkini perlu digali dan ditingkatkan. Ini bisa diperoleh dengan mengikuti pelatihan, lokakarya dan seminar," katanya.

Pemimpin rumah sakit, katanya, juga harus menyiapkan sistem dan sarana/prasarana penunjang upaya pengendalian infeksi yang dapat terjadi melalui penularan penyakit dari pasien ke petugas, pasien ke pasien, dan pasien ke pengunjung atau sebaliknya.

Sementara karyawan dan staf rumah sakit, lanjut dia, mesti melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai prosedur yang telah ditetapkan.

Pemerintah, kata dia, telah menyusun kebijakan nasional dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI nomor 270/2007 tentang pedoman manajerial pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain serta Kepmenkes Nomor 82/2007 tentang pedoman pencegahan infeksi di rumah sakit.

Ia menambahkan pemerintah juga memasukkan indikator pencegahan dan pengendalian infeksi ke dalam standar pelayanan minimal rumah sakit dan bagian dari penilaian akreditasi rumah sakit.

Berdampak Besar
Guru Besar Kedokteran dan Epidemiologi Rumah Sakit dari Jenewa, Swiss Prof Didier Pitet mengatakan infeksi nosokomial berdampak besar terhadap keselamatan pasien.

Menurut Dewan Penasehat Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien itu, infeksi nosokomial menyebabkan 1,5 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Studi yang dilakukan WHO di 55 rumah sakit di 14 negara di seluruh dunia juga menunjukkan bahwa 8,7 persen pasien rumah sakit menderita infeksi selama menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara di negara berkembang, diperkirakan lebih dari 40 persen pasien di rumah sakit terserang infeksi nosokomial.

Prof Pitet juga bercerita tentang anak laki-laki usia delapan tahun bernama Cal Sheridan yang harus hidup dengan keterbelakangan mental hanya karena pemeriksaan darah sederhana yang dijalani ibunya semasa hamil.

Ia menjelaskan manusia cenderung melakukan kesalahan, demikian pula dalam pelaksanaan tindakan medis, apalagi dengan dukungan sistem dan fasilitas yang kurang memadai.

Kesalahan itu tentunya tidak disengaja dan tidak besar, tapi tetap bisa mencelakakan atau merugikan pasien. "Manusia memang cenderung melakukan kesalahan, tapi ini bisa diminimalkan kalau sistemnya dirancang dengan baik," kata ahli dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) itu.

Menurut dia, WHO sudah menyusun panduan pencegahan dan pengendalian infeksi pada rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang lain. Strategi yang terbukti bermanfaat dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah peningkatan peran petugas kesehatan dalam pengendalian infeksi melalui penerapan prosedur kewaspadaan.

Prosedur kewaspadaan itu, katanya, adalah kewaspadaan standar yang diterapkan kepada semua orang, termasuk pasien, petugas dan pengunjung rumah sakit; serta kewaspadaan berdasarkan penularan bagi pasien yang dicurigai terinfeksi.

"Menjaga kebersihan dengan mencuci tangan adalah cara yang mudah dan efektif untuk mencegah infeksi dan perluasan resistensi obat antimikrobial," katanya.

Ia menambahkan WHO menyarankan tenaga kesehatan menggunakan cairan berbasis alkohol untuk membersihkan tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan medis.